Langkah Presiden Joko Widodo menaikkan anggaran uang muka pembelian
kendaraan bagi pejabat dinilai bertentangan dengan sosoknya yang selama
ini dekat dengan rakyat.
Jokowi dianggap sudah tak lagi berpihak kepada rakyat, tetapi justru kepada para pejabat dan elite politik.
"Hatinya Jokowi bukan buat rakyat sekarang," kata pengamat politik
Universitas Paramadina, Hendri Satrio kepada Kompas.com, Kamis
(2/4/2015).
Menurut Hendri, sosok Jokowi yang dekat dengan rakyat itulah yang membawanya terpilih menjadi orang nomor satu di negeri ini.
Namun kini, Jokowi mengambil kebijakan tingkat elite di tengah
kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan harga bahan pokok yang
menyengsarakan rakyat.
"Itu uangnya dari mana? Dari subsidi BBM yang ditarik?" ujar Hendri.
Hendri juga mempertanyakan sikap Jokowi, yang sempat menolak
pengadaan mobil untuk kabinetnya pada masa peralihan pemerintahan lalu.
Saat itu, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi melakukan pengadaan
72 unit Mercedes-Benz E Class 400 untuk kabinet Jokowi-Kalla.
Nilai lelangnya mencapai Rp 91,94 miliar. Namun, lelang itu akhirnya
dibatalkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono setelah memicu kontroversi
di masyarakat.
Ketika itu, Jokowi dan JK kompak menolak menggunakan pengadaan mobil yang dilakukan SBY itu.
"Ya, itulah Jokowi, membingungkan," ucap Hendri.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pemberian
Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan
Perorangan, Presiden Jokowi menaikkan uang muka pembelian kendaraan
menjadi Rp 210,890 juta.
Dikutip dari situs Sekretariat Kabinet, Perpres itu merupakan revisi dari Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010.
Perpres tersebut hanya mengubah Pasal 3 ayat (1) Perpres No 68/2010.
Pada Perpres No 68 Tahun 2010 disebutkan fasilitas uang muka diberikan
kepada pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sebesar Rp
116.650.000.
Adapun dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015, fasilitas itu berubah menjadi sebesar Rp 210.890.000.
Mereka yang mendapat fasilitas ini ialah anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, hakim agung, hakim konstitusi, anggota
Badan Pemeriksa Keuangan, dan anggota Komisi Yudisial.

